JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (ADK) bersama ayahnya, HM Kunang (HMK), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap ijon proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bekasi. Penetapan tersebut terkait penerimaan dana dari pihak swasta sebagai jaminan pengamanan proyek yang belum berjalan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa selain Ade Kuswara dan HM Kunang, KPK juga menetapkan satu tersangka lain berinisial SRJ dari pihak swasta.
“KPK menetapkan tiga orang tersangka, yakni saudara ADK selaku Bupati Bekasi, saudara HMK selaku Kepala Desa Sukadami yang juga ayah dari bupati, serta saudara SRJ sebagai pihak swasta,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (20/12/2025).
Berdasarkan hasil penyidikan, Ade Kuswara dan HM Kunang diduga menerima uang ijon proyek dengan total nilai mencapai Rp 9,5 miliar dari SRJ. Dana tersebut diduga diberikan sebagai uang muka atau jaminan proyek yang direncanakan akan dikerjakan pada tahun-tahun mendatang, meski proyeknya belum ada.
KPK mengungkapkan, setelah terpilih sebagai Bupati Bekasi periode 2025–2029, Ade Kuswara mulai menjalin komunikasi intens dengan SRJ yang dikenal sebagai kontraktor di lingkungan Pemkab Bekasi. Dalam rentang waktu Desember 2024 hingga Desember 2025, ADK diduga secara rutin meminta uang ijon proyek melalui ayahnya maupun perantara lainnya.
“Total uang ijon yang diberikan oleh SRJ kepada ADK dan HMK mencapai Rp 9,5 miliar, dengan penyerahan dilakukan sebanyak empat kali melalui perantara,” jelas Asep.
Tak hanya itu, KPK juga menemukan adanya penerimaan lain yang diduga diterima Ade Kuswara sepanjang tahun 2025. Total penerimaan tambahan tersebut mencapai sekitar Rp 4,7 miliar yang berasal dari sejumlah pihak berbeda dan masih terus didalami.
Atas perbuatannya, Ade Kuswara Kunang dan HM Kunang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf h atau Pasal 11 serta Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor. Sementara SRJ selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.
KPK menegaskan, pengungkapan kasus ini menjadi bagian dari komitmen lembaga antirasuah dalam menindak tegas praktik korupsi di daerah, khususnya yang berkaitan dengan penyalahgunaan kewenangan kepala daerah dalam pengaturan proyek pemerintahan. (***)
Sumber : Press Rilis KPK







