Makassar —17-12-2025 Kuasa hukum Marthen Luther, Muhammad Tayyib, S.H., menghadiri sidang lanjutan perkara perdata kliennya di Pengadilan Negeri Makassar, pada hari ini. Agenda persidangan adalah mendengarkan keterangan saksi dari pihak penggugat.
Dalam persidangan tersebut, pihak penggugat menghadirkan dua orang saksi, namun satu saksi ditolak oleh kuasa hukum pihak tergugat (pemerintah). Penolakan tersebut dilakukan dengan alasan saksi pertama memiliki hubungan keluarga dengan pihak pemerintah, sehingga dinilai tidak memenuhi syarat sebagai saksi yang independen.
Sementara itu, saksi kedua tetap diterima dan didengar keterangannya oleh Majelis Hakim, yakni Agung Gunawan, S.H., perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Lintas Pemburu Keadilan. Dalam keterangannya, Agung menjelaskan perannya selama ini sebagai pendamping hukum Marthen Luther sebelum perkara menempuh jalur litigasi di pengadilan.
Kesaksian Agung Gunawan menyoroti ketidakwajaran nilai harga objek yang kemudian dijadikan nilai limit dalam proses lelang. Menurutnya, terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara nilai yang ditetapkan dalam lelang dengan nilai sebenarnya dari objek tersebut.
Menanggapi pertanyaan Majelis Hakim terkait adanya kejanggalan dalam perkara lelang ini, kuasa hukum Muhammad Tayyib menegaskan bahwa persoalan utama bukan semata-mata kejanggalan, melainkan tidak terpenuhinya rasa keadilan bagi kliennya.
“Fokus utama kami adalah nilai lelang yang sangat jauh dari nilai sebenarnya. Berdasarkan NJOP, nilai objek rumah klien kami berada di angka sekitar Rp677 juta, itu baru nilai pajaknya. Belum lagi jika dilihat dari harga pasar wajar dan letak strategis objek tersebut,” ujar Muhammad Tayyib di hadapan wartawan.
Ia juga menambahkan bahwa hingga kini tidak pernah ada pemberitahuan resmi secara tertulis dari pihak BRI maupun KPKNL terkait rencana lelang. Menurutnya, memang pernah ada pihak yang datang, namun hanya menyampaikan secara lisan tanpa menunjukkan dokumen atau surat resmi.
Sementara itu, Agung Gunawan menyatakan komitmennya untuk terus mengawal kasus Marthen Luther yang telah berjalan hampir satu tahun, sejak Januari lalu. Ia juga menyampaikan kekecewaan terhadap Ketua Pengadilan Negeri yang telah melakukan eksekusi objek sengketa pada November, padahal perkara tersebut masih dalam proses hukum.
“Eksekusi dilakukan saat perkara masih berperkara dan belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Jika eksekusi hanya berdasar pada SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung), menurut kami itu sangat tidak tepat jika dibandingkan dengan prinsip hukum berkekuatan tetap,” tegas Agung.
Selain itu, pihak pendamping juga mengungkap bahwa hingga saat ini dokumen akad kredit dari BRI belum pernah diperlihatkan kepada Marthen Luther. BRI disebut mengklaim adanya utang sebesar Rp500 juta dengan dua kali pencairan, sementara klien hanya mengakui satu kali pencairan sebesar Rp350 juta.
“Klien kami tidak pernah melihat secara langsung akad kreditnya. Ini yang menjadi pertanyaan besar,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, baik kuasa hukum maupun pendamping berharap Majelis Hakim PN Makassar dapat memberikan keadilan yang seadil-adilnya, karena pengadilan merupakan tempat terakhir klien mencari keadilan atas perkara yang menimpanya.
(Rusliady)







