
LAMPUNG | WARTA POLRI — Pengelolaan empat mata anggaran Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2025 dengan total nilai mencapai Rp1.205.492.000 terindikasi kuat mengandung praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Indikasi tersebut mencerminkan masih rapuhnya tata kelola keuangan publik di lingkungan organisasi perangkat daerah, khususnya pada sektor non-fisik yang rawan manipulasi administrasi.
Koordinator Jaringan Masyarakat Penggerak (JAMPER) Lampung, Rudolf Haikal Fikri, mengungkapkan bahwa berdasarkan pemantauan masyarakat sipil, terdapat empat pos belanja Dispora yang memiliki potensi penyimpangan tinggi, yaitu: belanja makanan dan minuman rapat sebesar Rp108.842.000, belanja makanan dan minuman kegiatan lapangan Rp321.893.000, belanja jamuan tamu Rp19.252.000, serta belanja perjalanan dinas biasa senilai Rp755.505.000. Menurutnya, model pelaporan pada pos-pos ini cenderung administratif-formalistik namun minim verifikasi substansial.
“Pengeluaran semacam ini sangat bergantung pada nota dan laporan manual yang rentan direkayasa. Jika tidak disertai mekanisme kontrol yang ketat, maka potensi penyimpangan menjadi sangat terbuka,” ujar Haikal kepada Warta Polri.
Ia menambahkan, kegiatan-kegiatan yang bersifat internal birokrasi justru sering menjadi celah empuk bagi oknum pejabat untuk menggerus anggaran negara secara sistemik dan terselubung. Situasi ini, menurutnya, menunjukkan bahwa orientasi penggunaan anggaran belum sepenuhnya berpijak pada prinsip efektivitas, efisiensi, dan kebermanfaatan publik.
Lebih lanjut, Haikal mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) serta Sekretaris Daerah Provinsi Lampung untuk segera melakukan evaluasi, pemeriksaan administratif, hingga audit menyeluruh terhadap serapan anggaran Dispora. Ia juga menekankan pentingnya transparansi data anggaran sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan hukum kepada masyarakat.
“Kalau memang ingin menghadirkan tata kelola yang bersih dan berintegritas, Dispora harus berani membuka seluruh dokumen penggunaan anggarannya. Jangan hanya bermain di ruang gelap birokrasi yang tidak bisa dijangkau publik,” tegasnya.
Menurut Haikal, kasus ini bisa menjadi barometer bagaimana komitmen Pemerintah Provinsi Lampung dalam membangun pemerintahan yang bersih dan berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan kepentingan kelompok atau individu tertentu. (Red)







