Mampukah Proyek Pembangunan Gedung SDN 2 Rajabasa Rampung Tanpa Mengorbankan Kualitas?

Berita12 Dilihat

Warta Polri | Bandar Lampung
Pembangunan gedung baru SD Negeri 2 Rajabasa, yang berlokasi di Kelurahan Rajabasa Nunyai, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung, tengah menjadi sorotan publik. Proyek dengan nilai kontrak sebesar Rp2,08 miliar itu ditargetkan selesai dalam waktu dua bulan setengah, sesuai jadwal kontrak kerja. Namun, pantauan lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan masih berada pada tahap pengecoran tiang dan struktur utama. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran publik mengenai kemungkinan keterlambatan dan potensi penurunan kualitas konstruksi.

Beberapa warga di sekitar lokasi proyek bahkan menyoroti adanya tiang cor yang tampak tidak presisi dan tidak sejajar. Salah seorang warga setempat mengaku sempat menanyakan hal tersebut kepada pekerja. “Katanya nanti bisa dipahat atau dipres ulang pakai semen. Tapi kalau begitu, apakah tidak memengaruhi kekuatan bangunan?” ujarnya dengan nada khawatir.

Dalam konteks pembangunan infrastruktur pendidikan, setiap tahapan pekerjaan wajib mengikuti standar teknis sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi, serta Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Proyek pendidikan harus melalui tahapan perencanaan teknis, pembangunan pondasi, struktur utama, dan finishing, dengan pengawasan konsultan untuk menjamin mutu, ketepatan waktu, serta keselamatan kerja.

Kekhawatiran muncul karena waktu pengerasan beton (curing) membutuhkan proses alamiah yang tidak bisa dipercepat. Berdasarkan SNI 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung, beton baru mencapai kekuatan optimal setelah 28 hari. Jika proyek dipaksakan selesai sesuai target Desember 2025 tanpa memperhatikan tahapan teknis ini, dikhawatirkan struktur bangunan tidak akan memenuhi standar kekuatan dan ketahanan jangka panjang.

Selain aspek teknis, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti helm proyek, sepatu keselamatan, dan rompi reflektif. Padahal, hal tersebut telah menjadi kewajiban sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kerja Konstruksi Bangunan. Ketidakpatuhan terhadap aturan K3 ini berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan menjadi tanggung jawab penyedia jasa maupun pihak pengawas.

Ironisnya, kegiatan belajar-mengajar siswa kelas VI masih berlangsung di tengah kebisingan mesin molen dan aktivitas konstruksi. Situasi ini jelas mengganggu konsentrasi dan kenyamanan belajar peserta didik. Padahal, Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 telah menegaskan pentingnya penyelenggaraan pendidikan dalam lingkungan yang aman, tertib, dan kondusif.

Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, saat dimintai tanggapan, menyatakan pihaknya akan segera melakukan peninjauan ke lapangan.

Masyarakat berharap agar Dinas Pendidikan dan Dinas PUPR lebih memperketat pengawasan, memastikan transparansi penggunaan anggaran, serta menjamin proyek ini selesai tanpa mengorbankan kualitas dan keselamatan. Dengan manajemen yang profesional dan pengawasan yang tegas, pembangunan SDN 2 Rajabasa diharapkan mampu melahirkan fasilitas pendidikan yang kokoh, aman, dan layak bagi generasi penerus bangsa. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *