
Lampung Selatan | Warta Polri — Dugaan pelanggaran terhadap keterbukaan informasi publik kembali mencuat di Desa Sabah Balau, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan. Kepala Desa Sabah Balau, Pujianto, diduga mengabaikan putusan Komisi Informasi Provinsi Lampung yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Dugaan tersebut bermula dari sejumlah kegiatan desa yang dinilai tidak transparan, bahkan disebut fiktif, seperti pembangunan bronjong, gorong-gorong, dan onderlagh pada tahun 2021, yang baru dikerjakan setelah mendapat sorotan media dan laporan ke Inspektorat. Kondisi serupa juga terjadi pada tahun 2024, terkait pembangunan talut penahan tanah (TPT) dan proyek pariwisata desa, di mana pengerjaan TPT baru dimulai Februari 2025 sementara proyek pariwisata belum terealisasi hingga Oktober 2025.
Berawal dari rasa penasaran masyarakat terhadap dugaan ketidakterbukaan pemerintah desa, Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) melayangkan surat permohonan informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Desa Sabah Balau. Surat tersebut berisi permintaan dokumen penting seperti RAPBDes Tahun Anggaran 2024, SPJ APBDes 2024, Laporan Realisasi Anggaran (LRA), serta dokumen pembangunan TPT dan pariwisata desa. Namun, surat tersebut tidak mendapat tanggapan meskipun telah diserahkan langsung kepada Sekretaris Desa. PWRI kemudian mengirimkan surat keberatan kedua, tetapi juga tidak memperoleh balasan.

Atas dasar hal tersebut, PWRI mengajukan sengketa informasi publik ke Komisi Informasi Provinsi Lampung (KIP). Dalam sidang putusan, KIP memutuskan bahwa PWRI sebagai pemohon menang dan mewajibkan Kepala Desa Sabah Balau, Pujianto, untuk memberikan salinan dokumen yang dimohonkan. Ketua Majelis Komisioner secara tegas memerintahkan agar pihak termohon menyerahkan seluruh informasi yang diminta, termasuk rincian RAPBDes, SPJ, LRA, serta dokumen rencana pembangunan TPT dan pariwisata desa Tahun Anggaran 2024.
Dalam amar putusannya, Majelis Komisioner KIP juga menegaskan bahwa pihak termohon wajib memenuhi permintaan informasi tersebut dalam waktu 14 hari kerja setelah salinan putusan diterima. Selain itu, baik pemohon maupun termohon memiliki hak untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila tidak puas dengan hasil putusan tersebut. Namun, hingga 25 Oktober 2025, atau hampir tiga bulan setelah putusan dibacakan pada 1 Agustus 2025, tidak terdapat tanda-tanda kepatuhan dari pihak Kepala Desa Sabah Balau untuk melaksanakan putusan tersebut.
Beberapa warga Desa Sabah Balau yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa kepercayaan publik terhadap Pujianto semakin menurun akibat sikapnya yang dinilai tidak transparan dan tidak taat hukum. “Masyarakat sudah krisis kepercayaan. Kalau pun beliau mencalonkan diri lagi, kemungkinan besar tidak akan dipilih,” ujar salah satu warga berinisial U. Sementara itu, Camat Tanjung Bintang yang dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp membenarkan bahwa dirinya telah menyampaikan perihal putusan tersebut kepada Kepala Desa. Namun, ia menegaskan bahwa pelaksanaan putusan menjadi tanggung jawab pribadi Kepala Desa.
Dalam konteks pemerintahan yang demokratis, keterbukaan informasi publik merupakan kewajiban hukum dan moral bagi setiap pejabat publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Ketidakpatuhan terhadap putusan lembaga resmi seperti Komisi Informasi dapat menimbulkan konsekuensi serius, termasuk mosi tidak percaya dari masyarakat dan potensi sanksi hukum. Menanggapi hal ini, DPD LSM API Nusantara Raya menyatakan akan melaporkan Kepala Desa Sabah Balau, Pujianto, kepada aparat penegak hukum atas dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.





