Lapas Rajabasa Longgar, Penggunaan Alat Komunikasi Dibiarkan Bebas

Bandar Lampung – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Rajabasa, Lampung, kembali menjadi sorotan publik. Pasalnya, diduga kuat terjadi pembiaran terhadap penggunaan alat komunikasi seperti telepon genggam di dalam area lapas. Hal ini sangat bertentangan dengan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, yang secara tegas melarang narapidana membawa atau menggunakan alat komunikasi. Kondisi ini memicu kekhawatiran masyarakat, mengingat lapas seharusnya menjadi tempat pembinaan yang ketat, bukan tempat di mana aturan bisa dilanggar dengan mudah.

Salah seorang sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa praktik penggunaan telepon genggam di dalam lapas sudah menjadi rahasia umum. Para narapidana bahkan terlihat bebas berkomunikasi dengan dunia luar. Pengawasan dari pihak lapas dinilai sangat lemah, terkesan pembiaran sehingga celah ini dimanfaatkan oleh para narapidana. Kondisi ini juga menunjukkan adanya indikasi kelalaian atau bahkan keterlibatan oknum petugas yang seharusnya menjaga ketertiban. Situasi ini tentu mencoreng citra institusi penegak hukum dan menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas sistem pemasyarakatan di Indonesia.

Pelanggaran ini sangat berbahaya karena alat komunikasi seringkali menjadi sarana utama bagi jaringan kejahatan, terutama dalam kasus peredaran narkoba. Berdasarkan informasi yang dihimpun, telepon genggam di dalam lapas kerap digunakan untuk mengendalikan transaksi narkotika. Para narapidana yang merupakan bandar besar bisa tetap menjalankan bisnis ilegal mereka dari balik jeruji besi. Ini menjadi bukti bahwa lapas, alih-alih memutus mata rantai kejahatan, justru berpotensi menjadi “markas” baru bagi para pelaku kejahatan.

Pihak Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Provinsi Lampung diminta untuk segera mengambil tindakan tegas. Penertiban menyeluruh dan investigasi mendalam terhadap dugaan kelalaian petugas harus segera dilakukan. Tanpa adanya tindakan cepat, praktik ilegal ini akan terus berlanjut dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk mengembalikan citra positif lapas sebagai tempat yang benar-benar melakukan pembinaan.

Masyarakat dan pegiat hukum mendesak agar Direktur Jenderal Pemasyarakatan segera mengevaluasi kinerja Lapas Rajabasa secara menyeluruh. Penguatan pengawasan, penindakan tegas terhadap oknum yang terlibat, serta penerapan teknologi untuk memutus sinyal komunikasi di area lapas menjadi langkah yang mendesak untuk dilakukan. Kondisi ini harus menjadi alarm bagi semua pihak bahwa pembenahan serius diperlukan untuk mencegah lapas menjadi sarang kejahatan, terutama peredaran narkoba yang merusak masa depan bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *