Syahruddin Dg Sitaba Alami Pembengkakan Kaki Saat Ditahan, Kuasa Hukum Protes Prosedur Penanganan Perkara di Polsek Tamalate

Uncategorized11 Dilihat

Makassar — 25-November-2025Kondisi Syahruddin Dg Sitaba, warga Bonto Kapetta yang tinggal di Jalan Jaya Dg. Nandring, dilaporkan menurun saat menjalani penahanan di Polsek Tamalate. Pada pukul 11.30 WITA siang tadi, Syahruddin diperiksa oleh tim medis Polsek Tamalate setelah mengalami pembengkakan pada bagian kakinya.

Di tengah kondisi kesehatan tersebut, kuasa hukumnya menegaskan adanya dugaan pelanggaran prosedur dalam penanganan perkara. Syahruddin telah menjalani penahanan badan selama 28 hari di Polsek Tamalate, padahal locus kejadian perkara disebut berada di wilayah hukum Polsek Galesong Utara, Kabupaten Takalar.

Kuasa hukum Syahruddin, Rahmat Hidayat Amahoru, SH, MH, bersama rekannya Andis, SH, mengecam tindakan penyidik Polsek Tamalate yang dinilai bertindak di luar kewenangannya. Mereka menyebut penahanan tersebut cacat prosedur dan mencerminkan rendahnya kedisiplinan internal kepolisian.

> “Klien kami dipaksa menjalani penahanan selama 28 hari di Polsek Tamalate, sementara locus dolus perkara berada di wilayah hukum Polsek Galesong Utara, bukan Tamalate,” ujar Rahmat Hidayat Amahoru.

 

Selain dugaan pelanggaran wilayah hukum, kuasa hukum juga menyoroti tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) selama proses penahanan berlangsung. Menurut mereka, penyidik tidak pernah mengirimkan SPDP kepada kuasa hukum maupun keluarga tersangka.

> “Selama masa penahanan, tidak pernah ada SPDP yang dilayangkan. Ini jelas tidak sesuai SOP dan bertentangan dengan hukum acara pidana,” tegas Rahmat.

 

Kuasa hukum bahkan menyebut bahwa Syahruddin sebenarnya merupakan korban, namun justru ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan seorang perempuan bernama Maemuna. Mereka mempertanyakan dasar hukum laporan tersebut, sebab pelapor dianggap tidak memiliki legal standing yang kuat dan tidak mengalami kerugian apa pun.

> “Pelapor tidak mengalami kerugian fisik maupun psikis. Dasar penetapan tersangka terhadap klien kami sangat lemah,” lanjutnya.

 

Selain itu, Kanit Reskrim Polsek Tamalate juga dituding memutarbalikkan fakta dan sengaja menetapkan kliennya sebagai tersangka tanpa memperhatikan Mengajukan perkara.

Dengan berbagai dugaan pelanggaran tersebut, kuasa hukum mengajukan permintaan kepada Kapolda Sulawesi Selatan untuk memberikan perhatian serius, melakukan evaluasi, dan memproses secara internal oknum yang dianggap tidak profesional.

Kasus ini terus mendapat sorotan publik karena dinilai mencederai komitmen Polri dalam menjalankan proses hukum yang profesional, transparan, dan berkeadilan. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari Polsek Tamalate maupun Polda Sulawesi Selatan.

(Rusliady)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *